kalau
bukan karena lapar
tak
mungkin buruh turun kejalan
andai
pejabat mampu mendengar
tapi
berpura tuli, dasar sialan!
nyalakan
saja toa mu, hei orator culas
agitasi
orang miskin papah agar keluar
masa
aksi! dobrak saja gerbang penindas
agar
mereka dengar tangis busung lapar
jangan
takut! kawan-kawan lemparkan batu
polisi
dan tentara yang bersenjata api
sebagaimana
tetuah dulu melempar bambu
melawan
belanda yang terbirit lari
belanda
dahulu sudah pergi
dan
jepang mengundurkan diri
tapi
masih tertinggal gayanya
berita
artis itu anak turunannya
buah
hati mu lapar
dari
gaji mu yang sukar
sementara
berpesta pora mereka
dari
pajak upeti yang keringat mu jaminannya
sawah
ladang yang hilang
hutan
bukit telanjang
desa
mu dibangun pabrik sawit
menejernya
orang mata sipit,
sementara
sementara
isitrinya
berkalung rantai emas
sementara
sementara
istri
mu memikul batu padas
apalagi-apalagi?
lawan-lawan!
tuntut
setiap janji-janji
teriakan
akumulasio pembebasan
kau
telah jadi satuan pengaman
atau
satpam jinak diam dipijak
apa
keluarga mu sudah nyaman
andai
upah tak kunjung bengkak
anak-anak
rengek pengen mainan
kantong
bapak berapa perak (?)
jangan
tunggu allah subhana wa ta’aala
oleh
langit mengirim mimpi sejahtera
sementara-sementara
kau duduk bersila
hidup
paspasan dibarak terpakasa
jangan!
jangan tengadahkan doa
jagan
terus seperti itu berkhayalan
jemput!
jemput impian merdeka
semoga
allah memudahkan jalan
dan
ke kaca teras pejabat politisi
yang
kau lempari dengan batu aspirasi
dan
dipagar betis kantor instansi
yang
kau ucapkan berjuta kata maki
bakar!
perusahaan yang tidak memihak
lawan! brigade pakai parang dan kapak
bunuh!
semua begundal investor asing
kembalikan!
koperasi rakyat dari tangan maling
teruskan-teruskan
tradisi cinta negeri
kita
berdiri di alam negeri kita sendiri
kita
lahir besar disini (!)
siapa
yang berani beli
kita
tawar dengan darah pertiwi
demi
masa ; firmanNya
sewaktu
ada halang belukar
sejarah
kita bernegara
merah
putih sulit berkibar
di
ambang batas harga-harga,
kalau
kau takut di asingkan
(ingatlah sjahrir pernah asing di orde lama)
kalau
kau takut di hilangkan
(ingatlah wiji pernah hilang di orde baru)
kalau
kau takut di matikan
(ingatlah munir juga pernah mati di reformasi)
merekalah
nama-nama masa
meniup
api kesentero calon pejuang
mereka
mati muda mengakar laga
menitip
prasasti ditulang tenang
mereka
berikan bela cita pada
keluarga
nusantara yang mengenang
dalam
doa sering terus berbangga
kejarlah
kejejak mereka kencang
atau
hidup pasrah tua tak buat apa
seakan
kukang takut belalang
sekarang
“haruslah mendobrak”
pagar-pagar
sampai
rusak
penindas
gemetar
menuntut
buruh yang upahnya kecil
mengamuk
petani yang tanahnya digusur
berteriak
mahasiswa yang bukunya tak tercicil
chaoslah
rakyat miskin yang dagangannya hancur
Juli 2013